Ingatkah kita ketika masih kecil hingga ABG alias remaja, kita selalu meniru banyak hal dari orang-orang yang kita kagumi atau kita anggap keren? Rata-rata setiap orang pasti memiliki seorang atau lebih idola, baik itu merupakan public figure ataupun orang-orang yang ada di dekat mereka.
Seorang remaja yang masih belum menemukan jati diri alias karakter diri yang cocok baginya, pasti cenderung berusaha untuk mencarinya dengan secara tidak langsung meniru apapun dari orang yang disukainya. Mereka akan menyukai apa yang idola mereka sukai, meniru gaya bahasa ataupun berpakaiannya, selera, cara berpikirnya, dll. Hal tersebutlah yang menyebabkan fenomena ababil *abg labil* di mana seorang yang masih muda yang belum berkarakter pasti dan cenderung terbawa arus. Itu jugalah yang menyebabkan seorang remaja mudah terjerumus ke hal-hal negatif.
Sebenarnya hal tersebut adalah wajar, saya rasa setiap orang hampir pasti akan melewati fase-fase pencarian jati diri tersebut hingga akhirnya ia menemukan karakter yang pas untuk dirinya di mana seseorang sudah dapat menentukan mana yang baik dan buruk untuk dirinya sendiri, lebih berpendirian, tidak mudah terombang-ambing, dan bahkan bisa menjadi panutan bagi orang lain.
Seseorang yang belum berkarakter cenderung merasa kurang percaya diri, merasa diri mereka kecil, alias rendah diri. Hingga akhirnya mereka mencoba berbagai hal yang menurut mereka keren, dan menunggu respon publik. Nah, proses pembentukan karakter juga bergantung pada lingkungan di mana seorang itu berada. Hal yang baik menurut komunitas tersebut tentu akan direspon positif dan sebaliknya. Jadi, jika seseorang berada di komunitas penjudi, tentu karakter menghambur-hamburkan uang dan bersifal royal akan disukai. Bila seseorang berada di komunitas orang-orang intelek maka karakter yang berpengetahuan luas tentu akan disukai. Dari rasa dihargai dan penerimaan publik tersebutlah sifat itu akan terus diulang dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan dan karakter kita.
Semakin bertambahnya umur, regenerasi di dalam suatu komunitas pun terjadi. Seorang yang karakternya telah terbentuk akan menjadi panutan generasi berikutnya di komunitas itu. Begitu seterusnya.
Untuk itu, peran orang tua sangatlah penting dalam membimbing anak-anaknya menemukan jati diri dan karakter yang baik. Sekolahkanlah mereka di sekolah bermutu di mana orang-orang di dalamnya juga berasal dari komunitas yang baik, tinggallah di lingkungan yang baik, bimbinglah mereka untuk mengenal ajaran agama, pantaulah pergaulan mereka, seringlah berkomunikasi dengan mereka, berikanlah mereka contoh yang baik, serta yang paling penting juga berilah kasih sayang yang cukup untuk mereka. =)
Tulisan ini hanyalah buah pemikiran saya saja, tidak ada teori yang mendasarinya, mungkin bisa dikatakan merupakan pengalaman pribadi. Hehehehe.
Silakan bagi yang ingin menyanggah, menambahkan, atau memberi komentar =)
1 comment:
ini pasti pengalaman pribadi bolang yg hidup di lingkungan alay, makanya skarang jadi alay beneran & ditaksir cowo2 alay hihi
Post a Comment