London, 29 Mar 2017 [22.09]
Hai saya ingin berbagi cerita sendikit. Cerita ini sudah lama saya tulis, kira-kira satu tahun lalu saya berhasil menjadi
awardee LPDP untuk studi saya sekarang. Cerita ini saya buat karena angkatan saya saat itu ingin membuat antologi kisah perjuangan para
awardee. Namun apakah akhirnya antologi tersebut akhirnya dipublikasi atau tidak, saya kurang tahu karena tidak ada kabar lanjutannya. So, saya share di sini saja ya. Barangkali bisa membantu kalian yang punya kebingungan yang sama dengan dengan saya dulu.
----------------------------------------------------
“Hai Lilis, kamu
diterima kuliah di London ya? Ambil apa? S2 ya?”
“Saya ambil S3,
akan meneliti tentang bahan tulang untuk bedah mulut.”
“Lho? Belum S2
memang bisa langsung S3?!”
Itulah pertanyaan
tipikal yang sangat sering saya jumpai. Dan saya ingin klarifikasi sekali lagi
“YA, BISA LANGSUNG S3 (PhD) tanpa harus S2 (Master), tergantung syarat masuk
universitas dan jurusan yang kita daftar.”
Sebelumnya perkenalkan,
saya adalah seorang dokter gigi, lulusan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Indonesia (FKG UI) angkatan 2009, menyelesaikan studi S1/SKG (Sarjana
Kedokteran Gigi) pada tahun 2012, selesai profesi (drg) pada tahun 2014. Kecintaan
saya terhadap riset dan bedah mendorong saya untuk melanjutkan pendidikan Dentistry Research di King’s College
London.
Kembali ke contoh
skenario yang saya paparkan di pembukaan, percaya atau tidak, hal tersebut
HAMPIR SELALU terjadi, bahkan juga terjadi di 2x proses interview LPDP yang
pernah saya jalani. Sedikit saya ceritakan tentang proses selama mengikuti
seleksi LPDP.
First Attempt: Seleksi LPDP batch IV 2015
Wawancara
berlangsung normal, saya ditanya tentang visi, pengalaman riset, alasan
mengambil jurusan dan universitas tujuan, dll. Semua berjalan lancar, hingga di
momen akhir muncullah pertanyaan itu, “Loh kamu belum S2? Kenapa langsung S3?”
Saya menjelaskan bahwa itu memungkinkan. Namun, interviewer berkata bahwa LPDP
tidak dapat mengakomodir karena syarat untuk memperoleh beasiswa S3 harus ada
ijazah S2. Saya pun diberi saran dari para interviewer untuk pindah jurusan
saja ke S2 atau jika tetap bersikukuh mau S3 berarti harus mencari beasiswa
lain.
Sekejap saya
menjadi lesu, saya hanya mendaftarkan diri 1 universitas dengan 1 jurusan ini
saja, saya tidak mendaftar ke tempat lain dan saya sudah mantap dengan pilihan
ini karena sesuai dengan visi saya ke depan, yakni menjadi dosen dan peneliti
di bidang bedah mulut. Akhirnya, di hari pengumuman hasil, saya tidak lolos
seleksi substantif.
Idle time
Sejak gagalnya
perjuangan saya di seleksi LPDP pertama, sudah tidak terpikir lagi untuk
mencoba kembali karena telah mengetahui bahwa saya tidak mungkin lolos dengan
kondisi seperti ini. Saya lalu fokus mencari back-up plan, yakni mencari beasiswa lain ini dan plan B untuk mendaftar studi spesialis
bedah mulut di universitas dalam negeri.
Mencari sumber
beasiswa tidak mudah, berbagai informasi sudah saya kumpulkan dan hasilnya
nihil. Intinya saya hampir mengalami jalan buntu untuk mengatasi kendala biaya
untuk mewujudkan mimpi studi S3 tersebut.
Suatu hari, teman
seperjuangan saya di seleksi LPDP batch IV 2015 lalu yang berhasil lolos, di
hari PK-nya mem-post broadcast di grup angkatan FKG UI 2009
tentang kemungkinan LPDP membuka peluang beasiswa pendidikan spesialis dokter
gigi. Kemudian saya mengubungi teman saya itu untuk mengkonfirmasi
kebenarannya, dari sini cerita berikutnya akan berlanjut.
Setelah ngobrol
tentang beasiswa spesialis, teman saya memberitahukan kabar mengejutkan
lainnya, yakni ada salah satu teman PK-nya yang merupakan lulusan S1 dan
mendapatkan beasiswa LPDP untuk studi S3 di Australia. Ketika ia menceritakan
kasus saya, temannya kaget, karena selama wawancara tidak disinggung sama
sekali perihal belum S2. Kemudian kami berkesimpulan bahwa saya kurang
beruntung di seleksi yang pertama dan saya harus mencoba lagi di seleksi LPDP
berikutnya.
Second Attempt: Seleksi LPDP batch I 2016
Akhirnya saya submit dokumen yang sama dengan sebelumnya,
nothing to lose. Seleksi dokumen puji
syukur berhasil lolos. Akhirnya masuklah ke tahap wawancara, dan pertanyaan
(pertama) yang muncul adalah (lagi-lagi) “Loh kamu daftar S3 ya, S2 nya belum?”
Namun bedanya kali ini saya sudah lebih siap menjawab dan beruntungnya, salah
satu interviewer saya ada yang paham mengenai perbedaan sistem pendidikan di UK
dan Indonesia, beliau membantu menjelaskan juga mengenai hal tersebut
(sepertinya beliau pernah mengalami hal yang sama). Akhirnya perihal tersebut
beres dan lanjut interview ke pembahasan mendalam tentang studi dan penelitian
saya nantinya.
Hari pengumuman
pun tiba, 10 Maret 2016. Tak terkira perasaan rasa senang saya ketika membaca
email yang menyatakan saya LULUS seleksi substantif LPDP. Puji syukur, saya
sangat berterima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk melanjutkan studi
ini. Semoga kelak saya dapat berkontribusi maksimal untuk memajukan dunia riset
di Indonesia, khususnya bidang kedokteran gigi. Jadi, bagi teman-teman yang
belum beruntung pada seleksi pertama, jangan patah semangat dan tetap berusaha.
Semoga cita-cita kita bersama untuk memajukan Indonesia dapat terwujud J